Curhatan Penyandang Disabilitas Saat Ganjar Buka Masa Musrenbang

By Abdi Satria


nusakini.com-Semarang-Sejumlah kalangan memanfaatkan pembukaan masa Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) Provinsi Jawa Tengah, dengan menyuarakan usulannya, termasuk, penyandang disabilitas. Hal itu tampak saat pembukaan Musrenbang yang dilakukan di Patra Semarang Hotel & Convention, Selasa (11/2). 

Adalah Didik Sugiyanto, difabel asal Kota Semarang. Suara lantangnya mengawali sesi tanya jawab yang berlangsung singkat. Di atas kursi roda Didik menyampaikan keluhannya. Sementara Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di muka panggung setia menyimak curhatan Didik.

Didik dari Rumah Difabel Semarang menyampaikan mengenai hak penyandang disabilitas yang menjadi keluhan para difabel se-Jawa Tengah. Hal itu penting bagi mereka.

“Pendidikan. Bagi penyandang disabilitas, mengenyam pendidikan, ini amat penting. Kesempatan penyandang disabilitas mengenyam pendidikan terbatas sekali,” kata Didik.

Dia menuturkan ada beberapa difabel yang harus antre hampir tiga tahun agar bisa belajar di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) karena terbatasnya jumlah SLBN. Bahkan sepengetahuannya, rata-rata di tiap kabupaten atau kota, hanya terdapat satu SLBN.

Di sisi lain, jarak SLB dengan tempat tinggal difabel juga tak semua mudah dijangkau. Praktis itu amat menyulitkan kalangan difabel. Didik juga menyinggung soal pemerintah yang punya program inklusi, namun belum total dilakukan.

“Kami punya harapan besar dengan program sekolah inklusi. Namun saat program sekolah inklusi digulirkan, tidak semua dijalankan,” beber Didik.

Dia mencontohkan infrastruktur sekolah inklusi juga mesti lebih diperhatikan. Juga ketersediaan tenaga pengajar yang masih kurang, maupun lingkungan yang belum sepenuhnya menerima penyandang disabilitas.

“Ini kan menjadi PR besar bagi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah,” ujarnya.

Didik menambahkan, soal pendataan penyandang disabilitas yang belum dilakukan pemerintah. Meski diakuinya jika Ganjar pernah meminta desa dan kabupaten untuk menyerahkan data para penyandang disabilitas. Saat ini nyatanya masih banyak difabel yang belum didata. Artinya, pendataan belum dilakukan sepenuhnya. Termasuk itu belum dilakukan saat sensus penduduk.

Dia juga berharap ada rencana kemungkinan raperda Pemerintah Provinsi Jateng, yakni pada Perda Nomor 11 tahun 2014 yang sudah saatnya direvisi, karena Perda itu sudah tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016. Didik berharapan dengan direvisi masalah difabel terselesaikan, seperti pencegahan bayi lahir dalam kondisi sudah difabel yang terus bertambah, dari 60 orang pada 2016, kini menjadi 100 orang.

“Kelahiran bayi yang difabel karena virus. Bahkan ada dua atau tiga desa yang angka bayi kondisi difabel amat tinggi,” imbuh dia.

Didik menambahkan, difabel berharap pembenahan pada ases disabilitas di tempat ibadah. Sebab mereka membutuhkan fasilitas difabel selama mereka beribadah. Misalnya, dia sebagai penganut agama Islam ini terkadang masih kesulitan saat beribadah di masjid karena ketiadaan fasilitas disabilitas.

“Contohnya saat salat Jumat, saya harus salat di teras masjid, atau di parkiran. Teman tuli hanya datang tanpa bisa mendengar kutbah. Kami punya hak agar bisa menjalankan ibadah,” ungkap dia.

Pembukaan Masa Musrenbang juga mengundang organisasi wanita, perwakilan penyandang disabilitas dan anak, masyarakat Pejabat Pusat dan Daerah, DPD RI, DPRD Provinsi, akademisi, organisasi profesi, Asosiasi Dunia Usaha, Lembaga Donor, LSM, Partai Politik serta pemangku kepentingan lainnya, dan pihak terkait lain.

Ganjar mengatakan pada Musrenbang tahun ini pihaknya memprioritaskan pada pengembangan sumberdaya manusia dan pengentasan kemiskinan hingga tujuh persen.

“Kita mengingatkan faktor kegempaan, akomodasi penyandang disabilitas,” kata Ganjar.

Maka dari itu, di musrenbang kali ini polanya akan diubah, yang dulu banyak yang mengusulkan infrastruktur, itu hanya ditulis dan dimasukkan ke sistem yang disediakan. Tahun ini polanya dua yakni inovasi dan kreasi untuk menyelesaikan persoalan Jateng. Antara lain kemiskinan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, reformasi birokrasi, lingkungan, kegempaan, narkoba, dan membangun nasionalisme.

Dia mencatat masih ada 14 kabupaten dengan tingkat kemiskinan tinggi. Yakni Kebumen, Wonosobo, Brebes, Pemalang, Purbalingga, Rembang, Banjarnegara, Sragen, Banyumas, Klaten, Demak, Grobogan, Purworejo dan Blora.

“Dari 14 kabupaten itu, saya ketok izin ya bapak ibu, mereka kami prioritaskan,” jelas Ganjar. (p/ab)